Anatomi
Jantung
Jantung
merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh
organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta
ventrikel kanan dan kiri. Jantung memiliki bentuk jantung cenderung berkerucut tumpul.
Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm.
Berat
jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari
kepalan tangan pemiliknya. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan
dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan
7.571 liter darah.
Posisi
jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu
pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus, terlindungi oleh tulang
rusuk.
Pada tepi
kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1
cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis
pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum
Tepi kiri
cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di
tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5,
kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.
Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium
dimana teridiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii
berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara
pericardium dan epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung,
lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan
yang paling tebal. Miokardium merupakan lapisan otot jantung yang berperan penting dalam
memompa darah melalui pembuluh arteri.Lapisan terakhir adalah lapisan
endocardium.
Ada 4
ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya
adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel
dikenal dengan bilik. . Keempat rongga tersebut
terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
dinding otot yang dikenal dengan istilah septum.
Sesuai dengan
etimologis, jantung pada dunia medis memiliki istilah cardio / kardio.
Ialah berasal dari bahasa latin, cor. Dimana cor dalam bahasa
latin memiliki arti : sebuah rongga. Sebagaimana bentuk dari jantung yang
memiliki rongga berotot yang memompa darah lewat pembuluh darah dalam kontraksi
berirama yang berulang dan berkonsistensi.
Pun, dalam kedokteran
istilah kardiak memiliki makna segala sesuatu yang berhubungan dengan
jantung. Dalam bahasa Yunani, cardia sendiri digunakan untuk istilah jantung.
Ruang Jantung terbagi atas
empat ruang.
a.Serambi kanan dan serambi kiri yang dipisahkan oleh septum intratrial,
b.Bilik kanan dan bilik kiri yang dipisahkan oleh septum
interventrikular
Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot
yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya
ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang
mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan.
Perikardium
Perikardium
merupakan semancam kantung dengan 2 lapisan yang mengelilingi jantung. Lapisan
serosa yang dalam (perikard viseralis) menempel ke bagian luar dinding jantung dipisahkan
dari pericard parietalis oleh lapisan tipis cairan pericard.
Katup Jantung
Ada 4 tipe katup jantung yang mengatur
aliran darah dalam jantung, yaitu:
·
Katup trikuspid: mengatur aliran darah antara atrium kanan dan ventrikel
kanan
·
Katup pulmonalis mengontrol aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri
pulmonalis, yang membawa darah ke paru untuk mengambil oksigen
·
Katup mitral membiarkan darah kaya oksigen dari paru yang masuk ke atrium
kiri untuk menuju ventrikel kiri
·
Katup aorta memberikan jalan bagi darah yang kaya oksigen dari ventrikel
kiri ke aorta, arteri terbesar tubuh yang nantinya akan dikirim ke seluruh
tubuh
Katup trikuspid dan katup mitral
dihubungkan oleh chorda tendinae ke papillary muscle. Hal ini mencegah
regurgutasi saat ventikel kontraksi
Sistem
Konduksi
Impuls
elektris dari otot jantung (myocardium)
menyebabkan jantung berdetak (kontraksi). Sinyal elektrik ini dimulai di nodus
SA, lokasinya pada puncak atrium kanan. Nodus SA sering disebut ‘pacu jantung
alami’. Katika impuls elektris dilepaskan dari pacu jantung alami, antrium
berkontraksi. Sinyal kemudian diteruskan ke nodus AV. Nodus AV kemudian
mengirimkan sinyal ke serat-serat otot
ventrikel, menyebabkan kontraksi ventrikel.
Nodus SA
mengirimkan impuls elektrik dengan laju tertentu, tapi frekuesnsi detak jantung
masih dapat berubah tergantung pada kebutuhan fisik, stress atau factor
hormonal.
Detak Jantung
Detak jantung ialah aksi memompa
dari 2 bagian yang membutuhkan waktu sekitar 1 detik. Saat darah berkumpul di
chamber atas (atrium kanan dan kiri), pacu jantung alami (nodus SA) mengirimkan
sinyal elektrik yang menyebabkan kedua atrium kontraksi. Kontraksi ini mendorong
darah melalui katup tricuspid dan mitral ke chamber bawah (ventrikel kanan dan
kiri). Bagian
fase memompa ini (bagian yang lebih lama) disebut diastole.
Bagian ke-2 dari
fase memompa mulai ketika ventrikel terisi penuh darah. Sinyal elektrik dari
nodus SA berjalan melalui jalur di sepanjang sel-sel ventrikel, menyebabkan
kontraksi. Ini disebut sistol. Saat katup trikuspid dan pulmonal tertutup erat
untuk mencegah regurgitasi darah, katup pulmonalis dan aorta didorong terbuka. Ketika
darah didorong dari ventrikel kanan ke paru untuk mengambil oksigen, darah yang
kaya oksigen mengalir dari ventrikel kiri ke jantung dan seluruh bagian tubuh
lainnya.
Setelah darah
pindah ke arteri pulmonalis dan aorta, ventrikel relaksasi dan katu aorta
maupun pulmonalis tertutup. Tekanan yang rendah pada ventrikel menyebabkan
katup trikuspid dan mitral terbuka, dan siklus dimulai kembali. Serenteean
kontraksi ini diulang terus-menerus, meningkat ketika aktiviitas fisik dan
berkurang ketika istirahat. Normalnya jantung berdetak 60 hingga 80 kali saar
istirahat, tapi ini bisa bervariasi. Semakin tua frekuensi detak jantung saat
istirahat makin meningkat. Pada prang yang fit secara fisik frekuensinya lebih
rendah. Jantung tidak bekerja sendiri. Otakl mendeteksi kondisi sekitar,
seperti iklim, stress, level aktifitas fisik dan menyesuaikan system
kardiovaskuler untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Otot jantung
manusia didisain untuk tetap kuat selama seratus tahun bahkan lebih. Dengan mengurangi faktor
risiko penyakit KV, kita dapat menjaga kesehatan sistem KV.
Pembuluh di Jantung
Pembuluh di di jantung terdiri dari
arteri coronaria, vena dan limfe. Komponen terbesar struktur ini berada di
antara jaringan ikat longgat di lemak epicard.
Arteri Coronaria:
Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi
memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah
dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah yang mengandung oksigen dan
nutrisi untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri. Kedua
arteri koroner ini keluar dari aorta kira-kira ½ inchi diatas katup aorta dan berjalan dipermukaan pericardium.
Arteri coronaria
utama kiri berjalan diantara atrium kiri dan trunkus pulmonallis untuk mencapai
AV groove. Di sana akan bercabang menjadi arteri coronaria left anterior
decending (LAD) dan circumflex (LCx). LAD berjalan pada anterior
interventricular groove menuju apex jantung. Selama perjalanan menujunnya di
permukaan anterior, LAD memberikan cabang-cabang septal yang memperdarahi 2/3
septum interventricular anterior dan bagian apeks dari anterior papillary
muscle. LAD juga memberikan percabangan diagonal yang mensuplai permukaan
anterior dari ventrikel kiri. Arteri circumflex berlanjut pada AV groove kiri
dan melalui batas jantung kiri untuk mencapai permukaan posterior. LCx
memberikan percabangan obtuse marginal yang mensuplai dinding posterior dan
lateral ventrikel kiri.
Arteri koroner kanan (RCA)
berjalan pada AV groove kanan, di posterior berjalan antara atrium kanan dan
ventrikel. RCA memberikan suplai darah ke ventrikel kanan via percabangan acute
marginal. Pada kebanyakan orang, RCA distal memberikan percabangan besar, arteri
posterior decending. Arteri ini berjalan dari aspek inferoposterior jantung ke
apeks dan mensuplai darah di dinding inferior dan posterior ventrikel dan
posterior 1/3 septum interventricular. Tepat sebelum memberikan percabangan
posterior decending, RCA biasanya memberikan cabang arteri AV nodal.
Dari lokasi epikardial,
arteri koroner mengirimkan cabang yang mempenetrasi hingga ke otot ventrikular
yang membentuk percabangan dan anastomosis di dinding seluruh chamber jantung.
Dari pleksus ini timbullah sejumlah besar kapiler. Serat otot berada tepat di
bawah endokardium, khususnya papillary muscle dan ventrikel kiri disuplai oleh
cabang terminal arteri coronaria atau langsung dari rongga ventrikel melalui
channel vaskular, vena thebesian.
Koneksi kolateral,
biasanya diameter < 200 µm, ada pada level subarteriolar di antara arteri
coronaria. Pada jantung normal, beberapa pembuluh koleteral terlihat. Namun,
itu dapat menjadi lebih besar dan fungsional ketika arterosklerosis
mengobstruksi suatu arteri coronaria, sehingga menyediakan aliran darah ke
distal pembuluh darah dari tetangga yang
tidak terobstruksi.
Vena Coronaria:
Sesudah terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler , aliran vena dari kapiler
miokard dibawa melalui vena koroner terutama
sinus coronarius dan langsung masuk ke atrium kanan dimana aliran darah vena
dari seluruh tubuh akan bermuara. Tidak terdapat katup pada vena coronaria.
Pembuluh Limfe
Limfe di jantung didrainase oleh pleksus pembuluh berkatup di jaringan ikat
sub endokard di ke-4 ruang jantung.
Kemudian akan berlanjut ke beberapa pembuluh limfe yang lebih besar, mengikuti
persebaran arteri koronaria dan vena. Tiap pembuluh itu kemudian bergabung di AV groove untuk
membentuk pembuluh limfe tunggal yang keluar dari jantung menuju pleksus limfe
mediastinal dan akhirnya ke ductus thoraksikus.
Sikulasi Darah
Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis.
Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar
dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena
kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini
mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis.
Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar,
arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena
besar, vena cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan.
Penyakit Jantung Iskemik
Gejala penyakit jantung
iskemik merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara suplai oksigen
myocardium dengan kebutuhan, yang sering oleh aterosklerosis arteri coronaria.
Proses atherosklerotik pada pembuluh koroner biasanya bersifat multipel, dan
umumnya mengenai bagian awal dari pembuluh-pembuluh koroner utama.
Penelitian terkini menunjukkan
penurunan aliran darah pada kondisi ini akibat dari kombinasi penyempitan
menetap pembuluh darah dan abnormalitas tonus pembuluh darah, berkontribusi
pada disfungsi endotel yang menginduksi aterosklerosis. Disfungsi endotel
tersebut berupa vasokonstriksi inappropriate arteri coronaria dan kehilangan
properti antitrombotik.
Penyebab lain iskemi
miokard meliputi: penurunan tekanan perfusi akibat hipotensi (misalnya pada
hipovolemia atau septic shock), dan penurunan signifikan kandungan oksigen
darah (misalnya pada anemia berat atau oksigenisasi darah pada paru terganggu).
Di sisi lain, peningkatan
signifikan kebutuhan oksigen miokard dapat menyebabkan iskemi walaupun tanpa
kehadiran aterosklerosis. Misalnya pada rapid takikardi, profound acute
hypertension, atau stenosis aorta berat.
Sindrom iskemia yang dapat terjadi,
antara lain: stable angina, unstable angina, veriant angina, silent ischemia,
dan syndrom X.
Infark Miokardium
Jika aliran darah
miokardium terganggu secara nyata maka akan terjadi kematian (infark) pada
miokardium. Infark miokardium dapat berupa:
1.Infark subendokardial. Adalah infark yang tidak meliputi seluruh
lapisan dinding jantung.
2.Infark transmural. Adalah infark miokardium yang meliputi seluruh ketebalan
dinding ventrikel. Infark transmural lebih berat dibanding infark
subendokardial. Infark transmural selalu berasala dari adanya peningkatan
penyempitan atau oklusi total pembuluh arteri yang memperdarahi area tersebut
atau peningkatan tiba-tiba kebutuhan oksigen miokardium pada arteri yang
sebelumnya sangat stenostik. Sebagian besar infark miokardium transmural
bersifat tidak homogen; tidak seluruh otot di area tersebut mati, tetapi masih
terdapat pulau-pulau otot hidup dalam beberapa ukuran dan jumlah.
Proses sebenarnya
dari infark miokard tidak sederhana. Dari percobaan dengan binatang; diketahui
bahwa sel otot jantung akan mati dalam waktu 20-60 menit setelah oklusi total
arteri koroner. Akan tetapi terdapat proses reperfusi yang segera terjadi 3-4 menit
pasca oklusi total arteri terutama pada perbatasan daerah iskemik dan
non-iskemik. Proses reperfusi ini menguntungkan oleh karena segera mengurangi
dan melokalisasi area infark, serta menurunkan angka kematian. Di samping itu,
reperfusi juga berdampak instabilitas elektrik, edema, atau hemorrahage, yang
justru memperburuk keadaan secara umum.
Proses penyembuhan
jaringan nekrotik dari area miokardium akan menimbulkan jaringan parut.
Sebagian besar jaringan parut ini terdiri dari jaringan fibrotik dan sel-sel
miokardium yang viabel dalam komposisi berbeda-beda. Hal ini terbukti dari
adanya perubahan kontraktilitas area tersebut setelah dilakukan tindakan
revaskularisasi (PCI atau CABG). Bila area jaringan parut hanya terdiri dari
jaringan ikat saja, maka daerah tersebut akan menipis, akinetik, dan
aneurismatik.
Faktor yang
mempengaruhi infark miokardium: adanya oklusi total atau subtotal, dan
ada tidaknya peredaran kolateral ke daerah iskemia.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi kematian
(mortalitas) pasca infark:
1.Luas dan beratnya infark.
2.Makin banyaknya sistem koroner yang terlibat (1/2/3
vessels)
3.Riwayat infark sebelumnya.
Penyebab
kematian pasca infark terutama oleh karena gagal jantung akut atau sub-akut,
yang seringkali diinduksi oleh adanya aritmia ventrikel. Gagal jantung kronik merupakan penyebab kematian
lain dalam frekuensi yang jauh lebih sedikit yang terutama disebabkan oleh
luasnya jaringan parut pada jantung. Sekitar 20% pasien CAD mengalami sudden
death yang kemungkinan besar disebabkan oleh infark akut yang diikuti oleh
fibrilasi atau asistole.
Penyakit Jantung Katup
Penyakit jantung rematik
bisa berupa acute rheumatic fever (ARF), penyakit katup mitral (mitral
stenosis, mitral regurgitation, mitral prolapse), penyakit katup aorta (stenosis
aorta, regurgitasi aorta), penyakit katup trikuspid (tricuspid stenosis,
tricuspid regurgitation), kenyakit katup pulmonal (stenosis pulmonal,
regurgitasi pulmonal), katup prostetik, dan endokarditis infektif.
Pada awal diastol di
jantung normal, katup mitral terbuka dan darah mengalir bebas dari atrium kiri
ke ventrikel kiri, sehingga ada sedikit perbedaan tekanan antara dua ruang
rongga jantung. Dalam MS, ada obstruksi aliran darah melewati katup sehingga
pengosongan atrium kiri terhambat dan ada perbedaan tekanan abnormal antara
atrium kiri dan ventrikel kiri. Akibatnya, tekanan atrium kiri lebih tinggi
dari normal. Normalnya luas orifisium katup mitral ialah 4 sampai 6 cm2.
Secara hemodinamik MS secara signifikan tampak ketika luasnya berkurang hingga
< 2 cm2. Walaupun tekanan ventrikel kiri biasanya normal pada MS,
gangguan pengisian rongga jantung akibat penyempitan katup mitral dapat
menurunkan volume sekuncup ventrikel kiri dan output jantung. Tekanan atrium
kiri yang tinggi pada MS secara pasif ditransmisikan ke sirkulasi pulmonal,
menghasilkan peningkatan tekanan vena dan kapiler pulmonal. Peningkatan tekanan
hidrostatik di vaskular pulmonal dapat menyebabkan transudasi plasma ke
interstisial paru dan alveoli. Oleh karena itu pasien mengalami dyspnea dan
gejala CHF lainnya. Pada kasus yang berat, peningkatan signifikan tekanan vena
pulmonal mengakibatkan terbukanya chanel kolateral antara vena pulmonal dan
bronkhial. Kemudian, tekanan vaskular vena yang tinggi dapat menyebabkan ruptur
vena bronkhial ke parenkim paru, sehingga terjadi batuk darah (hemopthysis).
Peningkatan tekanan atrium
kiri pada MS dapat mengakibatkan 2 tipe hipertensi pulmonal: pasif dan reaktif.
Kebanyakan pasien dengan MS menunjukkan hipertensi pulmonal pasif, terkait
transmisi balik dari peningkatan tekanan atrium kiri ke perdarahan pulmonal. Ini
menunjukkan keharusan peningkatan tekanan di arteri pulmonal yang berkembang
untuk penjamin aliran maju pada seting peningkatan tekanan atrium kiri dan vena
pulmonal. Selain itu, sekitar 40% pasien dengan MS menunjukkan hipertensi
pulmonal reaktif dengan hipertrofi medial dan fibrosis intima arteriol
pulmonal. Hipertensi pulmonal reaktif
bisa penting karena peningkatan resistensi arteriol menghambat aliran
darah ke kapiler pulmonal yang bengkak dan mengurangi tekanan hidrostatik
kapiler. Namun, keuntungan ini juga berakibat
pada penurunan aliran darah ke vaskular pulmonal yang menimbulkan peningkatan tekanan jantung
kanan., mengingat ventrikel kanan memompa untuk melawan peningkatan resistensi.
Peningkatan tekanan ventrikel kanan kronis menyebabkan hipertrofi dan dilatasi
ruang jantung serta berakhir pada gagal jantung kanan.
Overload kronis tekanan
atrium kiri mengyababkan pembesaran atrium kiri. Dilatasi atrium kiri
meregangkan serat konduksi atrium dan dapat merusak intergritas sistem konduksi
jantung, sehingga terjadi fbrilasi atrial (ritme jantung yg cepat dan
ireguler). Fibrilasi atrial menyebabkan output jantung menurun jauh pada MS
karena peningkatan frekuensi detak jantung memperpendek diastol. Ini menurunkan
waktu yang ada untuk aliran darah melalui katup mitral yg terobstruksi menuju
ventrikel kiri.
Stagnasi relatif aliran
darah pada atrium kiri yang terdilatasi di pasien MS, khususnya ketika
dikombinasikan dengan perkembangan fibrilasi atrium, rentan terhadap
pembentukan trombus intra-atrial. Tromboemboli ke organ-organ perifer dapat
terjadi kemudian, menyebabkan komplikasi berat seperti oklusi serebrovaskular
(stroke). Kecendrungan berkembangnya komplikasi tromboemboli sistemik pada
pasien dengan MS terkait usia pasien dan dimensi atrium kiri (porsi atrium
kiri); ini berbading terbalik dengan output jantung. Pasien yang mengembangkan
fibrilasi atrium berisiko tinggi terkena stroke dan membutuhkan terapi
antikoagulan jangka panjang.
Penutupan normal katup
mitral selama sistolik membutuhkan aksi terkoordinasi dari tiap komponen
aparatus katup. Oleh karena itu, regurgitasi mitral (MR) dapat terjadi akibat
abnormalitas struktur anulus mitralm daun katup, chorda tendinea atau papillary
muscle. Pada MR, porsi volume sekuncup ventrikel kiri diejeksi balik ke atrium
kiri bertekanan rendah selama sistol. Akibatnya, output jantung yang maju (ke
aorta) lebih sedikir daripada output total ventrikel kiri (aliran
maju+kebocoran balik). Jadi, konsekuensi langsung dari MR meliputi
(1)peningkatan volume dan tekanan atrium kiri), (2) reduksi output jantung yang
maju dan (3) stress terkait volume pada vantrikel kiri karena volume yang
regurgitasi kembali ke ventrikel kiri saat diastol beserta aliran balik vena
pulmonal normal. Untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi normal dan mengejeksi
volume tambahan, volume sekuncup ventrikel kiri harus meningkat. Peningkatan
ini dicapai oleh mekanisme Frank-Starling, dimana peningkatan volume diastolik,
dengan hal itu peningkatan volume diatol ventrikel kiri mengaugmentasi regangan
miofilbril dan volume sekuncup tiap kali kontraksi. Konsekuensi hemodinamik
lanjut dari MR bervariasi tergantung derajat regurgitasi dan lama waktu
kehadirannya.
Derajat keparahan MR dan
rasio output jantung yang maju terhadap aliran mundur ditentukan oleh 5 faktor:
(1) Ukuran orifisium mitral selama regurgitasi, (2) perbedaan tekanan sistolik
antara ventrikel kiri dan atrium kiri, (3) tahanan vaskular sistemik yang
melawan aliran darah maju dari ventrikel kiri, (4) komplians atrium kiri dan
(5) durasi regurgitasi pad tiap kontraksi sistolik.
Pada MR akut (misal akibat
ruptur korda tendinea), komplians atrium kiri mengalami perubahan tekanan kecil
yang mendadak. Karena atrium kiri relatif kaku, tekanannya meningkat ketika
mendadak terekspus volume regurgitan. Peningkatan tekanan ini mencegah
regurgitasi lebih lanjut; namun, tekanan tinggi juga ditransmisikan balik ke
sirkulasi pulmonal. Oleh karena itu, MR akut bisa menyebabkan kongesti paru dan
edema dengan cepat, suatu kegawatdaruratan medis.
Berbeda dengan hal di
atas, perkembangan yang lebih perlahan pada MR kronis (misal pada penyakit
katup rematik) mengizinkan atrium kiri mengalami perubahan kompensatorik yang
meminimalisir efek regurgitasi pada sirkulasi pulmonal. Secara khusus, atrium
kiri berdilatasi dan komplians meningkat sehingga ruang rongga jantung dapat
mengakomodasi volume yang lebih besar tanpa peningkatan tekanan yang berarti. Dilatasi
atrium kiri bersifat adaptif untuk mencegah
peningkatan signifikan tekanan vaskular pulmonal. Namun, adaptasi ini terjadi
disertai output jantung yang inadekuat, karena atrium kiri yang komplians jadi
lebih ‘tenggelam’ dalam tekanan rendah bagi ejeksi ventrikel, dibandingkan
dengan impedansi aorta. Sebagai konsekuensinya, makin besar fraksi darah yang
regurgitasi ke atrium kiri, jeluhan gejala MR kronis berupa output maju jantung (kelemahan dan
fatigue). Selain itu, dilatasi kronis atrium rentan terhadap perkembangan
fibrilasi atrium.
Pada stenosis aorta (AS),
aliran darah yang melalui katup aorta terhambat selama sistolik.Ketika luas
orifisium katup tereduksi lebih dari 50% ukuran normalnya, peningkatan
signifikan tekanan ventrikel kiri dibutuhkan untuk mendorong darah ke aorta.
Pada AS lanjut, tampak perbedaan tekanan sistolik puncak >100 mmHg antara
ventrikel kiri dengan aorta. Karena Av berkembang secara kronis, vantrikel kiri
dapat mengkompensasi dengan mengalami hipertrofi konsentrik sebagai respun
terhadap tingginya tekanan sistolik yang harus dihasilkan.. Hipertrofi berperan
penting dalam menurunkan stress dinding ventrikel.; namun itu juga menurunkan
komplians ventrikel. Hasil peningkatan tekanan ventrikel kiri diastolik
ventrikel kiri juga menyebabkan hipertrofi atrium kiri untuk mengisi ventrikel
kiri yang ‘kaku’. Walaupun kontraksi atrium kiri hanya berkontribusi sedikit
pada volume sekuncup ventrikel di individu normal, itu dapat menyediakan lebih
dari 25% volume sekuncup ke ventrikel kiri yang kaku pada pasien AS. Jadi,
hipertrofi atrium kiri penting dan kehilangan kontraksi efektif atrium (misal
pada fibrilasi atrium) dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat.
Terdapat 3 manifestasi
yang dapat terjadi pada pasien dengan AS lanjut: (1) angina, (2) sikop
eksersional, (3) gagal jantung kongestif.
AS dapat menyebabkan
angina karena menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan. Kebutuhan oksigen miokard meningkat dalam 2 cara. Pertama, massa
otot ventrikel kiri yang hipertrofi meningkat, membutuhkan perfusi lebih dari
normal. Kedua, Stress pada didnding meningkat karena peningtakan tekanan
sistolik ventrikel. Selain itu, AS menurunkan suplai oksigen miokard karena
peningkatan tekanan diastolik ventrikel
menurunkan gredian tekanan perfusi koroner antara aorta dan miokard.
AS dapat menyebabkan
sinkop selama aktifitas fisik yang berat. Walaupun hipertrofi ventrikel kiri
mengizinkan ruang rongga jantung menghasilkan tekanan yang tinggi dan menjaga
output jantung tetap normal saat istirahat, ventrikel tidak dapat secara
signifikan meningkatkan output jantung selama olahraga karena terfiksasinya
orifisium katup aorta yang stenosis. Selain itu, olahraga menyebabkan
vasodilatasi pembulih darah perifer di otot. Jadi, kombinasi antara
vasodilatasi perifer dan ketidakmampuan meningkatkan output jantung
berkontribusi menurunkan tekanan perfusi serebral dan berpotensi menimbulkan
kehilangan sesadaran saat olahraga.
AS juga dapat menyebabkan
gejala gagal jantung kongestif. Pada awal perkembangan AS, peningkatan tekanan abnormal
atrium kiri terjadi khusunya pada akhir diastol ketika atrium kiri
berkontraksi ke ventrikel kiri yang menebal
nonkomplians. Akibatnya, rerata tekanan atrium kiri dan venal pulminal tidak
signifikan terpengaruh pada awal penyakit. Namun, dengan progresi stenosis,
ventrikel kiri dapat mengembangkan disfungsi kontraktil karena afterload yang
terlalu tinggi.tidak bisa ditangani, sehingga terjadi peningkatan volume
distolik ventrikel kiri dan tekanan. Peningkatan signifikan tekanan vena
pulmonal dan atrium kiri yang mengikuti menyebabkan kongesti alveolar pulmonal
dan gejala gagal jantung kongestif.
Luas normal orifisium
katup aorta 3-4 cm2 . Ketika luas katup berkurang hingga kurang dari
2 cm2, gradien tekanan antara ventrikel kiri dan aorta hadir pertama
kali (AS ringan). AS moderat dicirikan dengan luas katup antara 1 dan 1,5 cm2. Ketika
luas latup berkurang hingga kurang dari 1 cm2 terjadi obstruksi
berat pada katup.
Pada regurgitasi aorta
(AR), regurgitasi abnormal darah dari aorta ke ventrikel kiri terjadi saat
diastol. Oleh karena itu, pada tiap kontraksi, ventrikel kiri harus memompa
volume regurgitant + jumlah darah normal yang kembali dari atrium kiri.
Kompensasi hemodinamik bergantung pada mekanisme Frank-Starling untuk
meningkatkan volume sekuncup. Faktor yang menentukan derajat keparahan AR
analogi dengan MR: (1) ukuran orifisium katup aorta yang regurgitan, (2)
gradien tekanan melalui katup aorta selama diastol dan (3) durasi diastol.
Seperti juga pada MR,
abnormalitas hemodinamik dan gejala berbeda antara akut dan kronis AR. Pada AR
akut, ventrikel kiri berukuran normal dan relatif nonkomplians. Jadi, load
volume regurgitasi menyebabkan tekanan ventrikel kiri naik signifikan.
Peningkatan tekanan distolik LV yang mendadak tinggi ditransmisikan ke atrium
kiri dan sirkulasi pulmonal, sering menyebabkan dyspnea dan edema pulmonal.
Jadi, AR akut berat biasanya merupakan kegawatdaruratan bedah, membutuhkan
penggantian katup segera.
Pada AR kronis, ventrikel
kiri mengalami adaptasi kompensatorik sebagai respon terhadap regurgitasi
jangka panjang. AR memaparkan ventrikel kiri terutama dengan overload volum
juga dengan load tekanan berlebih; oleh karena itu, ventrikel mengkompensasi
dengan dilatasi dan pada level yang lebih rendah, hipertrofi. Sejalan dengan
waktu, dilatasi meningkatkan komplians ventrikel kiri dan membuatnya dapat
mengakomodasi volume regurgitan yang lebih besar denag lebih sedikit
peningkatan tekanan diastolik, menurunkan tekanan yang ditransmisi ke atrium
kiri dan sirkulasi pulmonal. Namun, dengan mengakomodasi volume sekuncup
ventrikel kiri yang tinggi, tekanan diastolik aorta (arteri sistemik) menurun.
Kombinasi antara volume sekuncup ventrikel kiri yang tinggi dengan penerurunan
tekanan diastolik aorta menghasilkan pulse pressure yang lebar (perbedaan
antara tekanan sistolik dan diastolik arterial). Akibat penurunan tekanan
diastolik aorta, terjadi penurunan tekanan perfusi arteri koroner, potensial
menurunkan suplai oksigen miokard. Hal ini ditambah lagi dengan peningkatan
ukuran ventrokel kiri (yang menyebabkan peningkatan stress dinding dan
kebutuhan oksigen miokard) dapat menghasilkan angina, walaupun tanpa kehadiran
penyakit jantung koroner aterosklerosis.
Karena kompensasi dilatasi
ventrikel kiri dan hipertrofi umumnya cukup memenuhi kebutuhan AR kronis,
pasien yang terkena biasanya asimptomatik selama beberapa tahun. Perlahan,
remodeling progresif pada vantrikel kiri terjadi, menyebabkan disfungsi
sistolik. Ini menyebabkan penurunan output jantung maju juga peningkatan tekanan
atrium kiri dan vaskular pulmonal. Pada titik itu, pasien mengalami gejala
gagal jantung.
Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan
sekumpulan gangguan jantung dimana abnormalitas struktur utama terbatas pada
myocardium. Kardiomiopati dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan tampilan anatomis
dan fisiologi abnormal dari ventrikel kiri.
Dilated cardiomyopathy:
dicirikan dengan pembesaran ruang ventrikel dengan fungsi kontraktil sistolik
terganggu.Hyperthrophic cardiomyopathy: dicirikan dengan dinding ventrikel yang
menebal abnormal dengan relaksasi diastol abnormal tapi biasanya fungsi
sistolik intak. Restrictive cardiomyopathy: dicirikan dengan miokard yang kaku
abnormal (karena proses fibrosis dan infiltratif) sehingga relaksasi diastol
terganggu tapi biasanya fungsi kontraktil sistolik normal atau mendekati
normal.
Penyakit Jantung Kongenital
Terbagi menjadi acyanotic
lesions dan cyanotic lesions. Acyanotic lesions antara lain: atrial septal
defect (ASD), ventricular septal defect (VSD), patent ductus arteriosus (PDA),
congenital aortic stenosis (AS), pulmonic stenosis, coarctatio aorta. Cyanotic
lesions antara lain: tetralogy of Fallot (VSD, subvalvular pulmonic stenosis,
overriding aorta, right ventricular hypertrophy), transposition of the great
arteries (TGA). Namun, terdapat pula Eissenmenger syndrome yaitu cyanotic
lesions berkembang dari acyanotic lesions kronis.
Penyakit Pericardium
Penyakit pericardium bervariasai dari
yang jinak dan sembuh sendiri seperti pericarditis hingga yang mengancam nyawa
seperti Tamponade jantung.
Pericarditis akut merupakan inflamasi
pada lapisan pericardium. Penyebabnya bisa infeksi (viral, TB, bakteri piogen)
atau non-infeksi (post miokard infark, neoplasma, induksi dari radiasi,
penyakit jaringan ikat, induksi dari obat). Sama seperti proses inflamasi lain,
perikarditis dicirikan dengan 3 fase: (1) vasodilatasi lokal dengan transudasi
cairan yang miskin protein dan bebas sel ke ruang pericard, (2) peningkatan
permeabilitas vaskular dengan kebocoran protein ke rongga pericard, (3) eksudasi
leukosit awalnya dengan neutrofil, diikuti oleh sel mononuklear. Leukosit
penting karena membantu mengeliminasi ibfeksi dan agen autoimun. Namun, produk
metabolik yang dilepaskan oleh sel-sel ini dapat memperpanjang inflamasi,
menyebabkan nyeri dan kerusakan seluler lokal dan memediasi gejala somatis
seperti demam. Oleh karena itu, respon imun terhadap cedera pericard dapat
secara signifikan berkontribusi pada keusakan jaringan dan simptomatologi.
Efusi pericard merupakan akumulasi
cairan berlebih pada ruang pericard. Penyebabnya bisa berasal dari pericarditis
akut atau efusi serosa non inflamasi. Efusi serosa non inflamasi bisa karena
berbagai kondisi, yaitu: (1)peningkatan permeabilitas kapiler (pada
hipotiroidisme), (2) peningkatan tekanan hidrostatik kapiler (pada gagal
jantung kongestif), (3) penurunan tekanan onkotik plasma (pada sirosis atau
sindrom nefrotik). Efusi chylous dapat terjadi pada obstruksi limfe yang
mendrainasi pericard, kebanyakan karena neoplasma dan TB. Karena pericard
merupakan struktur yang relatif kaku, hubungan antara volume internal dan
tekanan tidak linear. Pada volume rendah yang secara normal ada di pericard,
peningkatan volume yang kecil hanya mengakibatkan peningkatan kecil tekanan.
Tapi, ketika volume intrapericard mengembang di atas level kritis, peningkatan
tekanan secara dramatis akan terjadi mengingat keberadaanya dalam kantung yang
tidak bisa mengembang. Pada titik tersebut, walaupun volume hanya meningkat
sedikit akan dirubah menjadi gaya kompresi hebat terhadap jantung. Ada 3 faktor
yang menentukan apakah efusi pericard tetap tetang secara klinis atau
menimbulkan gejala akibat kompresi jantung. (1)volume cairan, (2) laju
terakumulasinya cairan, (3) karakter komplians pericardium. Suatu peningkatan
mendadak volume perikard, contohnya pada kasus trauma dada dengan perdarahan
intrapericard, mengakibatkan peningkatan signifikan tekanan perikard dan
berpotensi menimbulkan kompresi berat pada ruang rongga jantung. Jumlah cairan
yang sedikitpun dapat meningkatkan peningkatan signifikan tekanan jika pericard
secara patologis non-komplians, misalnya pada keberadaan tumor atau fibrosis
kantung. Berbeda dengan hal-hal tersebut, jika efusi perikard terakumulasi
dengan lambat, dalam jangka waktu mingguan hingga bulanan, perikard perlahan
teregang. Dengan adaptasi, perikard bisa mengakomodasi volume yang lebih besar
tanpa peningkatan signifikan tekanan intraperikardial.
Tamponade jantung merupakan akumulasi
cairan pericard dengan tekanan tinggi, menekan ruang rongga jantung dan sangat
membatasi pengisian jantung. Akibatnya volume sekuncup ventrikel dan output
jantung menurun, berpotensi menimbulkan syok hipotensi dan kematian. Tamponade
jantung bisa merupakan kelanjutan dari perikarditis neopalstik, postviral atau
uremik. Perdarahan akut pada rongga perikard juga bisa menjadi penyebab,
misalnya pada (1) trauma tumpul atau tusuk dada, (2) ruptur ventrikel kiri
setelah infark miokard, atau (3) komplikasi dari aneurisma aorta diseksi.
Akibat dari adanya cairan perikard yang menegang, jantung terkompresi. Tekanan
diastolik di dalam tiap ruang rongga jantung meningkat menyamai tekanan
perikard. Karena ruang jantung yang compromised tidak bisa mengakomodasi aliran
balik normal vena, tekanan vena sistemik dan pulmonal meningkat. Peningkatan
tekanan vena sistemik menimbulkan tanda gagal jantung kanan (distensi vena
jugular), sedangkan peningkatan tekanan balik bena pulmonal menyebabkan
kongesti vena. Selain itu, penurunan pengisian ventrikel selama distol
menurunkan volume sekuncup, dan uotput jantung. Mekanisme kompensasi timbul
untuk menjamin perfusi, pada awalnya dengan aktivasi saraf simpatis. Namun,
kegagalan mengevakuasi efusi berujung pada perfusi inadekuat ke organ vital,
syok, dan akhirnya kematian.
Pericarditis konstriktif bisa merupakan
komplikasi dari penyakit pericard namun bisa juga idiopatik.(dalam hitungan
bulan hingga tahun setelah perikarditis akut viral atau idiopatik). Kelainan
patofisiologi pada perikarditis konstriktif terjadi selama diastol; kontraksi
sistolik biasanya normal. Pada kondisi ini, perikardium yang kaku, memiliki
skar melingkari jantung dan menghambat pengisian normal ruang jantung. Sebagai
contoh, saat darah dari atrium kanan menuju ventrikel kanan selama diastol,
ukuran ventrikel kanan mengembang dan secara cepat mencapai batasan yang
diakibatkan oleh perikardium yang terkonstriksi. Pada titik itu, pengisian
lebih jauh mendadak berhenti dan aliran balik vena yang menuju jantung kanan
berhenti. Kemudian tekanan vena sistemik akan naik, dan tanda gagal jantung
kanan lama kelamaan akan muncul.Selain itu, gangguan pengisian pada ventrikel
kiri menyebabkan reduksi pada volume sekuncup dan output jantung, yang
menyebabkan penurunan tekanan darah.
Daftar
Pustaka
Lilly, L.S.
Pathophysiology of Heart Disease-4th Ed. Lippincott Williams & Wilkins:
Philadelphia, 2007.